Okular Creative Studio Preloader

The SPREAD Framework for Strategic Viral Content Creation

Two female salespeople are live-streaming on their mobile phones creating a content.
Source: shutterstock.com

For years, “going viral” was the holy grail for marketers, a golden ticket to unprecedented reach and brand awareness. Campaigns like Metro Trains’ “Dumb Ways to Die” (2012) became legendary for their organic spread and massive engagement. However, the digital landscape has shifted dramatically.

Today, the content that goes viral often does so for controversial or negative reasons, leading to backlash and significant brand damage, as seen with Dolce & Gabbana’s “DG Loves China” campaign. A 2023 Hootsuite report revealed that only 5% of social media content achieves viral status, much of it for polarizing reasons. In this sensitive climate, the critical question isn’t if virality matters, but how to achieve it strategically and safely.

Enter David Dubois’s SPREAD framework, a systematic viral marketing strategy designed to turn serendipitous success into a deliberate outcome:

Diagram of David Dubois's SPREAD framework, a systematic viral marketing strategy designed to turn serendipitous success into a deliberate outcome.
Source: Illustration by Okular

S – Socially Useful and Sensitive

Modern campaigns don’t just entertain, but they empower audiences to signal their values or strengthen social bonds. Think Duolingo championing language equity with its viral owl mascot or Dove’s “Cost of Beauty” highlighting youth mental health. Content that helps people express identity or contribute socially fuels powerful reach.

P – Provocative

Great viral content prompts reflection, sparks curiosity, or even argument, as long as it’s strategic and culturally sensitive. Patagonia’s “Don’t Buy This Jacket” challenged overconsumption, while Elf Beauty’s “So Many Dicks” campaign humorously spotlighted corporate diversity issues. The key is purposeful provocation, not tone-deaf controversy.

R – Replicable

Memes, challenges, and remixes thrive because they give users a sense of ownership. TikTok’s “Roman Empire” trend, co-opted by major brands, or Heinz’s “Draw Ketchup” campaign, which generated millions in earned media, show the power of making content easy for users to copy, remix, and respond to.

E – Emotional

Activating relevant emotions drives virality, creating an “emotional roller coaster”. Airbnb’s “Made Possible by Hosts” series tapped into nostalgia and reconnection post-pandemic, leading to significant traffic and profit increases. The lesson? Emotions must align with the campaign’s aim to avoid backlash.

A – Ambiguous

Ambiguity sparks curiosity and fuels sharing as people enjoy decoding and debating meaning. Lego’s “Rebuild the World” campaign with its surreal scenes led to a 14% revenue increase, while Wrogn’s cryptic “Wrogn Mystery” campaign garnered over 42 million impressions.

D – Distributive

Content must be designed to travel effortlessly across multiple platforms, adapting to TikTok remixes, Instagram reposts, Reddit threads, and WhatsApp forwards. Campaigns like the #DollyPartonChallenge or the Barbie movie’s AI poster-creator tool exemplify content engineered for frictionless spread across channels and audiences.

By carefully balancing these six dimensions, we empower brands to move beyond hoping their content goes viral to strategically designing it for resonance and relevance. In an era where algorithms prioritize personalized content and audiences are discerning, the SPREAD framework provides a clear roadmap to cut through the noise and build authentic connections, transforming content marketing from a game of chance into a powerful, predictable strategy.

The SPREAD Framework for Strategic Viral Content Creation

Two female salespeople are live-streaming on their mobile phones creating a content.
Source: shutterstock.com

Dulu “going viral” adalah impian terbesar para marketer, udah kayak tiket emas menuju reach dan brand awareness yang luar biasa. Kampanye seperti “Dumb Ways to Die” dari Metro Trains (2012) menjadi legend karena penyebarannya yang organik dan engagement masif. Tapi nih, lanskap digital udah bergeser drastis.

Sekarang konten yang viral sering terjadi karena alasan kontroversial atau negatif, yang berujung pada backlash dan kerusakan brand yang signifikan, contohnya pada kampanye “DG Loves China” dari Dolce & Gabbana. Laporan Hootsuite tahun 2023 bahkan mengungkapkan bahwa cuma 5% aja konten di media sosial yang bisa mencapai status viral, dan sebagian besar karena alasan yang kurang positif. Dalam iklim yang sangat sensitif ini, pertanyaan krusialnya bukan lagi “apakah viralitas itu penting?”, tapi gimana mencapainya secara strategis dan aman.

Di sinilah SPREAD framework dari David Dubois hadir. Ini adalah viral marketing strategy sistematis yang dirancang untuk mengubah “serendipitous success” menjadi hasil yang disengaja:

Diagram of David Dubois's SPREAD framework, a systematic viral marketing strategy designed to turn serendipitous success into a deliberate outcome.
Source: Illustration by Okular

S – Socially Useful and Sensitive

Konten yang relevan kini memberdayakan audiens untuk menunjukkan nilai atau mempererat ikatan sosial. Contohnya Duolingo yang mengadvokasi kesetaraan bahasa atau kampanye Dove “Cost of Beauty” yang menyoroti kesehatan mental remaja. Konten semacam ini, yang membantu berekspresi atau berkontribusi, memicu reach yang kuat.

P – Provocative

Konten viral yang hebat memancing refleksi, rasa ingin tahu, atau bahkan argumen, asalkan strategis dan sensitif. Kampanye “Don’t Buy This Jacket” Patagonia menantang konsumsi berlebihan, sementara “So Many Dicks” Elf Beauty menyoroti keragaman di jajaran direksi. Kuncinya adalah provokasi yang punya tujuan, bukan sekadar tone-deaf controversy.

R – Replicable

Meme, challenge, dan remix berkembang pesat karena memberikan pengguna rasa kepemilikan atau partisipasi dalam kampanye. Tren “Roman Empire” TikTok, yang kemudian diadaptasi oleh brand besar, atau kampanye “Draw Ketchup” dari Heinz, yang menghasilkan jutaan earned media, menunjukkan kekuatan membuat konten yang mudah untuk ditiru, di-remix, dan direspons.

E – Emotional

Mengaktifkan emosi yang relevan akan mendorong viralitas, menciptakan “roller coaster emosional”. Seri “Made Possible by Hosts” dari Airbnb memanfaatkan nostalgia dan koneksi kembali pasca-pandemi, yang menghasilkan peningkatan signifikan dalam lalu lintas dan keuntungan. Emosi harus selaras dengan tujuan kampanye untuk menghindari backlash.

A – Ambiguous

Ambiguity memicu rasa ingin tahu dan mendorong berbagi karena orang menikmati proses decoding dan memperdebatkan makna. Kampanye “Rebuild the World” dari Lego dengan adegan surealisnya menyebabkan peningkatan pendapatan sebesar 14%, sementara kampanye misterius “Wrogn Mystery” dari Wrogn memperoleh lebih dari 42 juta impressions.

D – Distributive

Konten harus dirancang untuk menyebar dengan mudah di berbagai platform, beradaptasi dengan remix TikTok, repost Instagram, thread Reddit, dan pesan yang diteruskan di WhatsApp. Kampanye seperti #DollyPartonChallenge atau alat pembuat poster AI film Barbie jadi referensi konten yang dirancang untuk bisa di-share dengan mudah.

Dengan menyeimbangkan keenam dimensi ini secara cermat, kami ingin para brand dapat beralih dari berharap konten mereka viral menjadi merancangnya secara strategis untuk resonansi dan relevansi. Di era di mana algoritma memprioritaskan konten yang dipersonalisasi dan audiens semakin selektif, SPREAD framework punya roadmap yang jelas untuk menembus noise dan membangun koneksi otentik, mengubah content marketing dari permainan peluang menjadi strategi yang kuat dan bisa diprediksi.