Why Gen Z Isn’t a Gimmick and How to Market to Them Effectively

Let’s be honest, in the world of modern marketing, there’s no more misunderstood brief than: “We need to target Gen Z.” For many, this translates to one simple, outdated strategy: “Let’s get on TikTok and make a viral dance.” It’s a checkbox approach that misses the point entirely. To be clear, Gen Z isn’t a channel, a trend, or a dance move. They are a complex, nuanced group of human beings with cross-platform attention spans and a finely tuned BS detector.
The Old Way vs. The New Reality of Marketing
For years, we’ve operated under an “Old Way” of thinking about audiences. We put people into neat, tidy demographic buckets; Boomers, Gen X, Millennials, and so on, and crafted messages based on their age. The problem with this model is that it’s a fixed, one-dimensional view of a fluid world. For example, the assumption that “Boomers don’t use Reels” is wrong. They might not be the ones posting, but they are absolutely sharing them on platforms like WhatsApp, using content as a way to connect. Sharing isn’t a Gen Z behavior; it’s a universal act of care.
The “New Reality” shifts the focus from rigid demographic buckets to behaviors and mindsets. This is a critical move for any modern marketing strategy. Instead of asking, “How do we reach an 18-year-old?”, we should be asking, “What problem are we solving?” and “Why would anyone care?” Gen Z’s platform use is a perfect example of this. They’re not just on TikTok for dance challenges. They’re on YouTube for deep dives into their passions, Reddit for curiosity, Discord for a sense of belonging, and Instagram for nostalgia. Their digital marketing trends are defined not by a single app, but by their need for authentic and valuable content.

The Key to Connecting: Earned Attention
In a world of information overload, the one thing you can’t buy is genuine attention. The ultimate Gen Z consumer behavior is to engage with what is genuinely interesting and relevant to them. They can smell forced content in 0.3 seconds. Trying to use Gen Z slang or an uninspired TikTok dance doesn’t resonate; it just gives off major “How do you do, fellow kids?” vibes.
So, how do you market to Gen Z effectively? The answer is simple but not easy: good content doesn’t chase demographics; it taps into shared values. It earns attention by being worth something. Whether that’s humor, utility, or a powerful story, the content must be a meaningful addition to their day. It should feel native to the platform, relevant to their lives, and real.
The next time a brief lands on your desk demanding you “go viral with Gen Z,” remember this: it’s not about finding the right gimmick. At Okular, we believe that attention can be earned by building a solid digital marketing strategy that prioritizes value, respect, and authenticity. That’s how you build a lasting connection that goes far beyond a single trend.
Why Gen Z Isn’t a Gimmick and How to Market to Them Effectively

Jujur aja, dalam dunia modern marketing, gak ada brief yang lebih ambigu daripada: “Kita harus menarget Gen Z.” Buat banyak orang, ini diterjemahkan menjadi satu strategi sederhana yang sudah kuno: “Kalo gitu, ayo kita bikin viral dance di TikTok.” Ini adalah pendekatan asal-asalan yang sama sekali gak memahami esensi. Perlu ditegaskan, Gen Z bukan sebuah channel, bukan trend, dan bukan gerakan tarian. Mereka adalah sekelompok manusia yang kompleks, bernuansa, punya rentang perhatian di berbagai platform, dan punya bullshit detector yang sangat peka.
The Old Way vs. The New Reality of Marketing
Selama bertahun-tahun, kita menggunakan “Cara Lama” dalam memikirkan audiens. Kita memasukkan orang-orang ke dalam kotak demografi, seperti Boomers, Gen X, Millennials, dan seterusnya, baru kemudian menyusun pesan berdasarkan usia mereka. Masalahnya, model ini adalah pandangan tetap (fixed) dan satu dimensi dari dunia yang terus berubah. Sebagai contoh, asumsi bahwa “Boomers tidak menggunakan Reels” adalah salah. Mereka mungkin gak posting, tapi mereka bisa jadi membagikannya di platform seperti WhatsApp, menggunakan konten sebagai cara untuk terhubung. Berbagi konten bukanlah perilaku khas Gen Z, tapi itu adalah tindakan universal buat menunjukkan kepedulian.
“Realitas Baru” menggeser fokus dari kotak demografi yang kaku ke perilaku dan mindset. Ini jadi langkah krusial untuk strategi pemasaran modern apa pun. Daripada bertanya, “Gimana ya cara kita menjangkau anak 18 tahun?”, kita seharusnya bertanya, “Masalah apa yang mau kita pecahkan?” dan “Kenapa ada orang yang peduli?” Penggunaan platform oleh Gen Z adalah contoh yang pas. Mereka gak hanya berada di TikTok untuk dance challenge. Mereka juga ada di YouTube untuk deep dive ke dalam minat mereka, di Reddit untuk rasa ingin tahu, di Discord untuk mencari rasa memiliki, dan di Instagram untuk entertain. Tren digital marketing mereka gak ditentukan oleh satu aplikasi, melainkan oleh kebutuhan mereka akan konten yang otentik dan bernilai.

The Key to Connecting: Earned Attention
Dalam dunia yang penuh dengan informasi, satu hal yang gak bisa kita beli adalah perhatian yang tulus (genuine attention). Perilaku konsumen Gen Z yang paling utama adalah berinteraksi dengan apa pun yang benar-benar menarik dan relevan buat mereka. Mereka bisa mendeteksi konten yang dibuat-buat dalam 0,3 detik. Mencoba menggunakan bahasa gaul Gen Z atau tarian TikTok yang gak bersemangat ya gak akan resonate; itu hanya memancarkan vibe “How do you do, fellow kids?”.
Jadi, gimana cara memasarkan ke Gen Z secara efektif? Jawabannya sederhana tapi gak mudah: konten yang bagus gak cuma ngejar demografi, tapi menyentuh nilai-nilai yang sama. Ia mendapatkan perhatian karena menawarkan sesuatu yang berharga. Entah itu humor, kegunaan, atau cerita yang kuat, konten tersebut harus jadi tambahan yang bermakna bagi hari-hari mereka. Konten harus terasa native di platform tersebut, relevan dengan kehidupan mereka, dan nyata.
Lain kali kalau ada brief yang menuntut kamu untuk bikin konten “viral dengan Gen Z,” ingatlah ini: ini bukan soal menemukan gimmick yang tepat. Kami di Okular percaya kalau perhatian bisa didapatkan dengan membangun strategi digital marketing yang solid yang memprioritaskan nilai, rasa hormat, dan orisinalitas. That’s how you build a lasting connection that goes far beyond a single trend.